Husband’s Notes <3> : Match?
Orang sering memutuskan menikah karena dia sudah merasa
‘cocok’ dengan calon pasangan hidupnya. Bolehkah kita sejenak untuk merenungkan
kan hal ini lebih dalam?
Sebenarnya sudah sejauh apakah kita sudah ‘cocok’ dengan dia?
Sudah sejauh apakah kita sudah mengenalnya? Memahami kekurangan dan
kelebihannya? Apakah kita yakin sudah memiliki sikap yang bisa menjadi
penyeimbang segala hal tersebut?
Jika kita sudah merasa ‘cocok’ hanya karena kelebihan dan
segala hal positif yang dimiliki, dijamin pasti pernikahan tidak akan bertahan
lama dan gagal total. Karena sepanjang yang aku alami, dalam hidup berumah
tangga lebih banyak hal yang mementingkan pengertian akan adanya kekurangan
dari pribadi masing-masing.
Orang biasa pun tahu dan bisa menerima saat seseorang itu
cantik, pintar, ramah, baik, perhatian dll. Sebagian besar setuju bahwa itulah
pasangan idaman, dan hal-hal inilah yang dianggap sebagai nilai-nilai kecocokan
yang ideal sebagai pasangan hidup hingga
akhir nanti. Lalu bagaimana saat dia mulai bersikap curiga, marahaan, ngambek, egois, mau menang sendiri, cuek
dll? Apakah itu bukan nilai-nilai yang ada dan mau gak mau harus diterima
sebagai bahan pertimbangan dan pemahaman lebih?
Prosentase kedua hal yang saling berlawanan itu sering kali
berbeda-beda tiap saat tergantung kondisi dan periode tertentu. Sifatnya unpredictable, kecuali kamu adalah
paranormal sakti yang bisa tahu isi hati orang lain. Dalamnya hati siapa yang
tahu kawan. Hanya Allah Subhanahuwataala
yang maha tahu.
Lalu apa yang harus kita lakukan? it’s up to you, Guys. Different personal different style and treatment.
Kalau aku, dari awal niatku untuk serius untuk membina hubungan keluarga
dengan Mi, aku sudah tahu takkan semudah membalik telapak tangan kosong. Karena
yang harus aku lakukan adalah membalik tangan dengan gantungan beban yang
berat, dengan artian ada amanat suci dari Allah yang mengiringi pilihanku saat
aku memutuskan untuk meminangnya. Takkan pernah mudah, tapi Insya Allah ikhlas
menjalaninya dengan segala konsekuensinya.
Pi
*) Knowing what you needed is better than what
you wanted, be prudence
Tidak ada komentar:
Posting Komentar