Husband's Note < 1> : Leader & Mate
Suami, adalah satu kata yang aku sandang sejak tanggal 2 Juli 2011, saat aku mempersunting kekasih hatiku, Mi. Kata itu yang kini melekat di diriku dengan segala properties yang menjadi kelengkapan dan konsekuensinya, yang saat aku berikrar dengan saksi Allah melalui perantara wali, para saksi dan penghulu takkan pernah sedetikpun akan aku tanggalkan di kemudian hari. Aku bersumpah dengan nama Allah bahwa dengan kata itu, aku akan memegang amanat yang terkandung di dalamnya sekuat hati, hingga akhir waktu nanti. Amin.
Semua orang yang normal pasti ingin menikah dan menyandang
kata itu. Tapi apakah semua orang tau makna dari memakai kata itu?
Suami adalah pasangan istri. Itu pasti. Hanya itu kah? Tentu
tidak kawan. Tentu tidak sesederhana penjelasan dalam kamus ataupun literatur.
Berani menyandang kata suami berarti berani untuk menyandang kata
‘imam/pemimpin’ sekaligus ‘sahabat/kawan’ bagi pasangannya, istri.
Imam/pemimpin, adalah pengatur, pembimbing, pelindungi dan
pencari nafkah untuk anggota
keluarganya. Dialah nahkoda sebuah kapal rumah tangga, sedang istri adalah
navigatornya. Salah memutar kemudi maka salahlah tujuan hidup dari keluraga
itu. Dialah pula yang menjadi tulang punggung keluarga utama, terkecuali jika
nanti sudah saatnya tiba sang penerus2nya yang menggantikan. Kewajibannyalah
untuk mengingatkan atau menasehati anggota keluarga terutama istri, sepahit
apapun kondisinya, karena di akhirat nantilah amal sebagai imam/pemimpin yang akan dimintai
pertanggung jawaban langsung di hadapan Allah Subhanahuwataala.
Akan tetapi imam/pemimpin bukanlah diktator meskipun dia
punya hak veto dalam keluarga. Tak ada orang yang suka menjadi bawahan pemimpin
yang otoriter meskipun itu istri dan keluarga sendiri. Suami juga adalah
seorang manusia, tidak kurang dan tidak lebih. Dengan segala kekurangan dan
kekhilafan. Takkan pernah ada pemimpin yang sempurna kecuali Nabi Muhammad Salallahualaihi wassalam.
Jadi sebagai pemimpin
dan imam yang baik, menurutku baik pula jika kita menjadi sahabat buat istri
kita, dimana dia bisa berkeluh kesah, dimana kita bisa mengerti kesulitan dia,
dimana kita juga harus belajar dan bersabar dan menahan diri. Dan pada akhirnya kita bisa mengambil
keputusan yang tidak otoriter atau maunya menang sendiri. Karena sudah di-rembug bersama. Ya karena buat kebutuhan
bersama, masa iya mau diputusin
sendiri.Tapi ketegasan dan sedikit otoriter itu perlu untuk point-point
tertentu yang prinsipal untuk ditegakkan dan tidak bisa ditolerir, misalnya
masalah ibadah.
Seorang sahabat itu ada di saat diperlukan, tentunya jangan
mengambil artian akan selalu ada dalam arti fisik, kalau kondisinya jauh
seperti yang aku alami sekarang ya susah, Long
Distance Relationship. Menurut pengertianku sebagai suami yang baru
belajar, bahwa menjadi sahabat yang selalu ada untuk istri mungkin adalah bisa
ikut merasakan di saat suka dan dukanya, meskipun itu hanya lewat telepon, sms,
email, dll. Dalam artian istri kita
merasa nyaaman untuk berbicara dengan kita walapun semua serba terbatats waktu
dan tempat. Waktu yang sedikit diupayakan seoptimal mungkin. Memang tidak mudah
loh kalau cuma diucapkan saja, karena masing-masing insan meskipun sudah
bertatus suami-istri pasti ada saja yang berbeda, entah itu egonya,
keinginannya, kekeras-kepalaanya, pertimbangannya, kondisi lingkungan dsb. Hal
itu lah yang harus dipahami dengan benar.
Aku masih belajar dan terus belajar, karena sejauh ini masih
banyak hal yang perlu disempurnakan. Mungkin tidak akan pernah sempurna tapi
setidaknya mau dan mampu untuk berusaha yang lebih baik setiap harinya, dimana
saja dan kapan saja.
Pi
*) Good person is a
learner, who always try to do things better everytime, everywhere.
Check this link : 15 ciri calon suami yang baik
Check this link : 15 ciri calon suami yang baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar